Yulince Hosio, seorang intelektual perempuan Papua Barat, disebut layak menjadi komisioner Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Papua Barat.
Saat ini sedang berlangsung seleksi Bawaslu Papua Barat yang digelar 2 Agustus 2022, dimana Yulince Hosio lolos dalam tahapan wawancara dan tes kesehatan.
Anike Sabami, Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Perempuan Papua (YMP2) menjelaskan, bahwa dalam rangka mengimplementasi Undang-undang (UU) Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua sebagaimana penjabarannya dalam PP 106 dan 107 terkait dengan kewenangan khusus.
Maka, implementasi Pasal 47 dari UU Otsus tentang penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) kaum perempuan, Pemerintah Provinsi berkewajiban membina, melindungi hak-hak dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan melakukan semua upaya untuk memposisikannya sebagai mitra sejajar dengan kaum laki-laki.
“Timsel wajib mempriotaskan perempuan asli Papua dalam rekrutmen anggota Bawaslu Papua Barat. Apalagi sudah ada satu perempuan asli, yang telah mengikuti tes tahap pertama dan lolos,” tegas Anike Sabami, Kamis (4/8/2022).
Sementara, Aleda Yoteni, anggota Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat memberikan dukungan dan apresiasi kepada satu-satunya perwakilan perempuan asli Papua yang mengikuti proses seleksi komisioner Bawaslu Papua Barat.
Yoteni menyebut salah satu tugas Pokja Perempuan di MRP adalah memberikan perlindungan terhadap perempuan asli Papua.
Oleh sebab itu, diharapkan agar perempuan asli Papua yang sudah mengikuti seleksi, dan lolos di tahap pertama dapat dipriotaskan.
“Tolong perempuan asli Papua diutamakan. Bagaimana pun caranya, kita ada di daerah otonomi khusus, maka wajib dipriotaskan,” ungkapnya.
Anggota Pokja Perempuan di MRP Papua Barat, itu mengatakan sebagai perwakilan perempuan Papua dalam lembaga kultur orang asli Papua atau yang disebut MRP, akan mengusulkan kepada pimpinan MRP supaya segera mengeluarkan rekomendasi khusus.
Dia berharap kepada Tim Seleksi (Timsel) Bawaslu Papua Barat dan Bawaslu RI, agar dapat mengakomodir hal ini dengan baik.
“Setiap peraturan nasional baik dalam konteks politik yang diterapkan di Tanah Papua harus menghargai Otsus. Maka kami harap perempuan Papua tersebut diakomodir,” tegas Aleda Yoteni.
Els Tieneke Rieke Katmo, perempuan asli Papua lulusan S3 Australia mengatakan, dirinya sangat senang saat mendengar ada satu perempuan asli Papua yang lolos seleksi tahap pertama Bawaslu tingkat provinsi.
Menurutnya, di dalam budaya patriarki, terlebih dalam konteks politik kebanyakan didominasi oleh laki-laki, dan perempuan berjuang untuk masuk ke dalam dunia politik sangat sulit.
“Berdasarkan pengalaman serta hasil penelitian, menunjukkan bahwa perempuan seringkali hanya dilibatkan sebagai mesin pengumpul suara. Dan tidak mendapatkan ruang dalam dunia politik, baik partai politik dan legislatif,” ujarnya.
Tieneke Katmo mengatakan dalam proses seleksi calon anggota Bawaslu Provinsi Papua Barat yang merupakan salah satu badan pengawas dan penyelenggaraan pemilu, diharapkan perempuan tersebut dapat direkrut.
“Harapannya, bukan saja mengakomodir kepentingan perempuan. Tetapi jika kita bicara soal perempuan, bukan saja dari sisi kuantitas tapi kualitasnya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan seperti yang diatur juga dalam UU Otsus,” jelasnya.
Politik adalah alat kekuasaan yang harus diperebutkan oleh perempuan, dengan mulai menempatkan perempuan di posisi strategis yang memberi pengaruh dalam pengambilan keputusan politik.
“Jadi saya mendukung penuh adanya perempuan asli Papua yang mau melibatkan diri dalam politik. Ya, apalagi sudah sampai di tahap seleksi enam besar,” imbuh Tieneke Katmo.
Sebagai perempuan asli Papua, Katmo juga menyarankan kepada negara, dalam hal ini Pemerintah Pusat, terlebih Bawaslu RI, agar mempriotaskan perempuan Papua dalam seleksi itu.
“Mengapa demikian, kalau pemerintah mau bicara soal perempuan, maka harus diberikan kesempatan untuk perempuan dalam politik, terutama badan pengawasan pemilu tersebut,” ujar dia.
“Perempuan jangan hanya dilibatkan sebagai mesin pengumpul suara untuk kemenangan partai yang didominasi oleh laki-laki. Terutama dalam badan pengawasan dan penyelenggara politik, perempuan harus dilibatkan,” tegasnya lagi.
Supaya, kata dia, dengan adanya perempuan yang menduduki jabatan dalam badan pengawasan dan penyelenggaran Pemilihan Umum (Pemilu), dipastikan bahwa dalam proses Pemilu, baik itu pemilihan legislatif dan kepala daerah bahkan kepala negara bisa mengakomodir kepentingan perempuan.
“Jika perempuan ada yang terlibat dalam badan penyelenggaran pemilu, maka saya pastikan proses pemilihan nantinya akan betul-betul memberikan keadilan bagi perempuan di dalam negara ini,” kata Tieneke Katmo.
Dirinya juga menyakini, bahwa perempuan itu tidak mau untuk bernegosiasi dengan segala macam hal yang mencoreng nilai-nilai demokrasi, maka harus ada sosok perempuan asli Papua yang dipercayakan oleh negara untuk menjadi pengawas pesta demokrasi.
“Saya yakin perempuan itu tidak mau bernegosiasi dengan segala macam hal, terkecuali kalau memang dimanfaatkan. Tapi nurani perempuan itu tidak pernah akan bernegosiasi dengan hal-hal yang merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya.
Tak hanya itu, Tieneka Katmo juga berharap kepada timsel maupun pemerintah dan berbagai pihak terkait supaya memberikan dukungan penuh. Pasalnya, di era saat masih ada perempuan asli Papua yang mau berjuang masuk sebagai calon anggota Bawaslu.
“Kami sebenarnya berterimakasih, karena satu perempuan ini mau libatkan dirinya dalam wilayah yang didominasi oleh laki-laki. Itu ada perjuangan berat yang dilewatinya seorang diri,” ucapnya.
Oleh sebab itu, diharapkan juga kepada semua pihak yang terlibatkan dalam proses seleksi, harus menciptakan sistem yang memudahkan dia (perempuan asli Papua) yang saat ini mengikuti tahapan seleksi.
“Memang tidak ada afirmasi, tapi pemerintah daerah wajib berikan dukungan. Sehingga dia bisa bersaing dengan kandidat lain yang bukan perempuan asli maupun orang asli Papua. Harus ada kesepakatan bersama, untuk mendukung. Bukan saja sebatas anggota tetapi kalau bisa menduduki ketua,” tandasnya.
Yulince Hosio memiliki pengalaman yang cukup sebagai pengawas maupun penyelenggaran Pemilu, yakni seperti anggota Panwaslu Kota Sorong dan anggota KPU Kota Sorong. Sedangkan dari aspek pendidikan, Yulince Hosio memiliki jenjang pendidikan S2.
No comments:
Post a Comment