Monday, May 30, 2022

Hari Penyu Sedunia! 20 penyu Lekang dilepasliarkan di Pantai Marekisi Depapre

 


Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua bersama kelompok Desa Binaan Konservasi Marekisi Nung dan PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku Papua melepasliarkan 20 ekor penyu lekang (Lepidochelys olivacea) di Pantai Marekisi, Kampung Yewena, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, pada Sabtu (28/5/2022). Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperingati Hari Penyu Sedunia yang diperingati setiap tanggal 23 Mei.

Pendamping Desa Binaan Konservasi Marekisi Nung, Taufik, menjelaskan bahwa kegiatan lepas liar ini merupakan bentuk kepedulian masyarakat terhadap kelestarian keanekaragaman hayati, khususnya penyu Lekang. Pantai Marekisi merupakan tempat indukan penyu Lekang menyimpan telur pada setiap musim.

“Salah satu keistimewaan penyu Lekang dapat dilihat dari status konservasinya, baik di lingkup regional maupun internasional,” ujarnya.

Di Indonesia sendiri ternyata penyu Lekang ini dilindungi oleh undang-undang loh. Hal ini berdasarkan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi.

Kenapa dilindungi? Karena penyu Lekang ini berstatur Vulnerable/VU (rentan) berdasarkan daftar merah IUCN. Taufik menjalaskan spesies ini terancam punah kecuali bila kondisi yang menekan kelangsungan hidup dan perkembangbiakannya berangsur membaik. Sebab kerentanannya, penyu Lekang termasuk Appendix 1 CITES, yaitu spesies yang dilarang segala bentuk perdagangannya.

Menurut Taufik faktor terbesar yang memengaruhi penurunan populasi penyu lekang bersifat antropogenik, yaitu bahaya yang timbul akibat ulah manusia. Contoh paling dekat dapat dijumpai di Kampung Yewena sebelum Karel Indey menginisiasi pelestarian penyu Lekang di sana.

Dulu masyarakat Kampung Yewena mengonsumsi daging dan telur penyu Lekang tanpa mempertimbangkan kelangsungan hidup dan jumlah populasinya di alam. Karel Indey mulai melakukan penyelamatan penyu lekang pada tahun 1995 dengan cara yang sangat sederhana.

Ia berpikir tindakan penyelamatan itu sangat perlu bila tak ingin penyu Lekang mengalami kepunahan. Harapan Karel Indey mulai terang ketika BBKSDA Papua membentuk kelompok Desa Binaan Konservasi Marekisi Nung pada 21 April 2021, dengan fokus kegiatan pelestarian penyu, khususnya spesies penyu Lekang. Itu terjadi setelah bertahun-tahun Karel Indey bekerja sendiri.

“Sampai saat ini Kelompok Desa Binaan Konservasi Marekisi Nung telah memiliki bak penampungan dan pembesaran, serta telah melepasliarkan 96 tukik penyu Lekang di Pantai Marekisi pada 3 September 2021. Sementara di bak pembesaran, Kelompok Marekisi Nung saat ini merawat sekitar 200 tukik. Kepedulian terhadap penyu lekang di Kampung Yewena juga datang dari PLN UIP Maluku Papua,” ujarnya.

Pada momentum pelepasliaran penyu Lekang ini, PLN UIP Maluku Papua menyerahkan bantuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) sebesar Rp75 juta kepada Kelompok Desa Binaan Marekisi Nung. Bantuan tersebut dicanangkan untuk membangun lima bak penetasan penyu dengan kapasitas keseluruhan mencapai 800 tukik.

General Manager PLN UIP Maluku Papua, Sukahar, menyatakan program bantuan konservasi ini merupakan langkah sinergi PLN bersama BBKSDA Papua dalam memastikan pembangunan yang berkelanjutan.

“Upaya pembangunan infrastruktur kelistrikan, khususnya di daerah Kabupaten Jayapura, tentunya PLN tidak dapat bekerja sendiri. Melalui program pelestarian lingkungan bersama masyarakat serta bekerja sama dengan BBKSDA Papua merupakan salah satu upaya kami dalam memastikan pembangunan kelistrikan sudah memenuhi asas berkelanjutan,” katanya.

Pelaksana Tugas Kepala BBKSDA Papua, Abdul Azis Bakry, menyampaikan terima kasih kepada PLN UIP Maluku Papua atas besarnya kepedulian terhadap pelestarian penyu Lekang di Kampung Yewena.

Ia berharap masyarakat Desa Binaan Marekisi Nung dapat memanfaatkan dana bantuan tersebut secara optimal. Azis juga memberikan apresiasi kepada kelompok Desa Binaan Marekisi Nung, khususnya kepada Karel Indey sebagai pelopor pelestarian penyu di Kampung Yewena.

“Melestarikan penyu ini benar-benar dilandasi jiwa konservasi berdasarkan kesadaran yang muncul dari dalam diri beliau sendiri,” ujarnya.

Lebih dari itu, menurut Abdul hal yang membuat takjub adalah kemahiran beliau dalam menafsirkan alam. Proses menetaskan dan membesarkan tukik sampai siap dilepasliarkan dipelajari dari kebiasaan penyu itu sendiri.

“Beliau melihat bagaimana indukan-indukan penyu menyimpan telur di dalam pasir dan seterusnya. Beliau lakukan itu di rumah karena kalau telur-telur tetap di pantai, predatornya terlalu banyak, terutama manusia. Saya rasa tindakan Pak Karel sangat luar biasa,” katanya.

 

No comments:

Post a Comment

Ketika di Roma (2/2)

Jalan Romawi kuno melintasi bentang alam, dari Skotlandia hingga Mesopotamia, Rumania hingga Sahara. Dan jalan Romawi paling awal dibangun u...