Tiga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melaporkan Mendagri, Tito Karnavian atas dugaan maladministrasi berkaitan dengan pelantikan sejumlah Penjabat (Pj) Kepala Daerah. Salah satunya adalah Pj. Gubernur Papua Barat, Komjen Pol (Purn) Paulus Waterpauw.
Ketiga LSM tersebut menduga penentuan penjabat kepala daerah
ini tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif. Bentuk maladministrasi yang
diduga dilakukan Tito Karnavian berupa penyimpangan prosedur serta pengabaian
kewajiban hukum. Momentum puncaknya ada pada pelantikan penjabat gubernur pada
12 Mei 2022.
LSM yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan Mendagri telah menabrak
berbagai peraturan perundangan dan prinsip demokrasi yang merupakan perbuatan
melanggar hukum.
“Oleh karena menabrak berbagai peraturan perundangan dan
prinsip demokrasi yang merupakan perbuatan melanggar hukum, maka kami
melaporkan Mendagri ke Ombudsman Republik Indonesia,” demikian disampaikan
Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rizaldi, dalam keterangan pers yang
diterima Jubi, Jumat (3/5/2022).
Karena hal tersebut, sejumlah LSM pun meminta Ombudsman RI
sesuat tugas dan wewenangnya untuk menerima, memeriksa laporan, dan atau
pengaduan secara transparan dan akuntabel. Bukan hanya itu saja, Ombudsman RI
diharapkan juga menyatakan maladministrasi tindakan Mendagri dalam menentukan
Penjabat Kepala Daerah.
“Terbaru, seorang perwira tinggi (pati) TNI yang masih
aktif, yakni Brigjen Andi Chandra As’aduddin, ditunjuk menjadi Penjabat Bupati
Seram Bagian Barat,” kata Andi Muhammad.
Mereka menilai ada potensi konflik kepentingan dan
pelanggaran asas profesionalitas. Soalnya, mereka menduduki dua jabatan
sekaligus secara aktif. Padahal konflik kepentingan dan pelanggaran asas
profesionalitas tidak sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AUPB). Tito juga dinilai menabrak sederet undang-undang dan putusan Mahkamah
Konstitusi (MK).
Sebelumnya, anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera
mengingatkan pentingnya aturan teknis penetapan Pj Kada. Selain menjadi amanat
MK, hal itu untuk mencegah politisasi Pj, karena posisinya yang strategis
jelang memasuki tahun politik.
“Tidak boleh jabatan itu disalahgunakan untuk strategi
pemenangan Pemilu 2024,” tuturnya.
Sedangkan KPK menilai proses transisi dan pengisian Pj
kepala daerah rentan menimbulkan praktik-praktik korupsi. Plt Jubir KPK Ali
Fikri mengajak semua pihak untuk mengawasi proses tersebut.
“Karena proses ini sering menjadi ajang transaksi yang
rentan terjadinya praktik-praktik korupsi,” terang Ali Fikri.
Berikut ini adalah lima Penjabat Kepala Daerah yang
disebutkan oleh tiga LSM ini sebagai Penjabat Kepala Daerah yang proses
penujukannya tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif.
1. Al Muktabar (Sekda
Banten) sebagai Pj Gubernur Banten
2. Ridwan Djamaluddin (Dirjen Minerba Kemen ESDM) sebagai Pj
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung
3. Akmal Malik (Dirjen Otda Kemendagri) sebagai Pj Gubernur
Sulawesi Barat
4. Hamka Hendra Noer (Staf Ahli Bid Budaya Sportivitas
Kemenpora) sebagai Pj Gubernur Gorontalo
5. Komjen (Purn) Paulus Waterpauw (Deputi Bid Pengelolaan
Potensi Kawasan Perbatasan Kemendagri) sebagai Pj Gubernur Papua Barat.
No comments:
Post a Comment